Ilustrasi: Warga pulang dari kebun dengan roda dua. Setelah dibangun JUT Barat, pengangkutan hasil bumi dari kebun semakin mudah. |
Kegiatan pembangunan di desa pasca Undang-undang Tentang Desa semakin gencar berlangsung dengan berbagai warna-warninya. Di Watobaya sendiri, sudah selama beberapa tahun ini mayoritas dana desa diplot untuk membangun jalan tani. Namun, apakah urgensinya membangun jalan tani ini? Jawabannya adalah sangat urgen dan patut mendapat prioritas utama. Berikut ini disebutkan alasan pendorong serta bagaimana tindaklanjutnya.
*Hasil Bumi
Watobaya memiliki hasil alam yang melimpah. Dalam wilayah desa ini terdapat tanaman yang berproduksi sekali setahun seperti jambu mente, kemiri, vanilla, kapuk, pinang dan asam. Ada juga yang dipanen beberapa kali sepanjang setahun seperti kelapa, pisang dan lain-lain. Walaupun produktivitas tanaman ini masih terbilang rendah, jumlah produksi per musim tercatat cukup banyak.
Penulis dalam rangka mengetahui jumlah hasil bumi yang dipasarkan dari desa Watobaya pernah mewawancarai salah satu penimbang. Pada musim mente misalnya, dalam sepekan total seluruh penimbang di Watobaya bisa meraup tujuh hingga empat belas ton mente. Kalau dihitung, pendapatan maksimal petani per pekan dapat mencapai ratusan juta rupiah. Ini baru disebut salah satu hasil bumi, belum terhitung hasil bumi yang lain.
Jika dikaji dengan cermat, jumlah hasil bumi yang dipasarkan setiap tahun dari desa Watobaya nilainya melebihi jumlah dana desa. Uang tersebut masuk ke kantong masing-masing warga desa sebagai pemilik hasil bumi dan dipakai untuk kebutuhan konsumsi hingga untuk membiayai pendidikan anak-anak.
Sayangnya, berton-ton hasil bumi yang dihasilkan di desa Watobaya ini cukup sulit didistribusikan ke pasar karena keterbatasan akses infrastruktur jalan. Lokasi kebun-kebun produktif cukup jauh dari jangkauan jalan yang bisa dilalui kendaraan. Akibatnya, petani harus punya usaha lebih untuk kegiatan pengangkutan.
Plot pengerahan tenaga maupun waktu kerja begitu banyak ditujukan untuk kegiatan pengangkutan, hal mana yang seharusnya dapat dipermudah dengan angkutan transportasi umum. Konsekwensinya, waktu yang tersedia untuk kegiatan lain dalam rangka menambah produktivitas tanaman perdagangan dan hasil bumi lain menjadi berkurang.
*Areal Produktif yang Tersebar
Watobaya punya areal produktif dan ekstraktif yang cukup tersebar. Ke arah selatan menuju perbukitan terdapat banyak areal yang cocok untuk mendapatkan material batu alam, tanaman perkebunan atau tanaman keladi untuk pakan ternak babi. Namun di areal perbukitan tersebut sangat sulit mendapatkan air.
Jika akses jalan dibuka ke sana, maka akan mulai tumbuh kegiatan usaha peternakan. Kemudahan transportasi membuat kebutuhan air serta pakan ternak mudah dipenuhi karena kecepatan akses kendaraan. Otomatis jumlah warga yang menekuni usaha ini makin bertambah dan berdampak pada meningkatnya pendapatan.
Begitu pula pemanfaatan material ekstraktif batu alam di wilayah bukit. Dengan adanya akses jalan, pemanfaatan material ini menjadi lebih terjangkau dan lebih murah serta membuka peluang usaha bagi sejumlah warga desa.
Watobaya juga punya wilayah potensial lain di wilayah Woten hingga Kayo Tope dan Tana Kese hingga wilayah utara Lewohele. Ada pula wilayah lembah yaitu areal Sawa, Nurhang, dan sekitar Waiketa-Kapokutu. Usaha pertanian dan ternak akan tumbuh subur di wilayah ini andaikata dibangun akses jalan. Apalagi, kita tahu bahwa warga Watobaya adalah pekerja yang handal pada sektor kegiatan usaha tani. Terbukti, banyak perantau yang bekerja di sektor usaha tani di negeri Jiran.
*Pengalaman Membangun JUT
Merintis akses ke wilayah tani bukan langkah yang sulit. Watobaya sudah punya pengalaman sukses pembangunan rabat jalan sejak 2013 dengan sistem Padat Karya Tunai (PKT). Partisipasi warga terlihat cukup mengesankan, baik dari segi suplai tenaga kerja, penyediaan material, hingga manajemen kegiatan.
Pengalaman membangun JUT ini dapat menjadi patokan untuk kegiatan pembangunan selanjutnya, terutama JUT utama maupun JUT penghubung ke areal produktif. Sejauh ini, warga desa Watobaya dengan swadaya tenaga kerja telah menyelesaikan 5 kilometer JUT, dengan rincian 4 kilometer di dusun Lamawolo I dan 1 kilometer di dusun Lewohele.
Penyelesaian pembangunan jalan selama ini telah berlangsung dengan target satu kilometer rabat jalan per tahun. Jika tetap mempertahankan volume kerja seperti ini, maka tidak sampai lima belas tahun ke depan sebagian besar wilayah pertanian produktif sebagimana disebutkan di atas sudah dapat dijangkau oleh jalan usaha tani.
*Langkah Selanjutnya
Langkah selanjutnya yang perlu diambil adalah menyelesaikan JUT utama dan diteruskan dengan membangun JUT penghubung. JUT utama ini adalah sebutan yang saya pakai untuk JUT yang terhubung ke desa tetangga atau yang menuju ke jalan dengan status. Sementara JUT penghubung saya pakai untuk JUT yang terhubung ke JUT utama maupun ke areal produktif.
Hingga kini, total JUT utama yang belum terselesaikan adalah sepanjang 6,3 kilometer dengan rincian 1 kilometer JUT Lamawolo Homa, 1,2 kilometer Keropuken-Lela-Waiua, 3 kilometer Lewohele-Waitukan, dan 1,1 kilometer Lamalewa-Kuyo. Dapat dicatat bahwa JUT utama kini hampir mencapai 50 persen penyelesaiannya. Dengan merujuk pada progres pembangunan sebelumnya, maka dapat diperkirakan bahwa dalam enam tahun ke depan, JUT utama ini tuntas.
Untuk selanjutnya, JUT penghubung sepanjang 6.75 kilometer dapat diselesaikan sesudah JUT utama rampung. Rinciannya, JUT penghubung Woten menuju arah Kayo Topo sepanjang 0,85 kilometer, Penghubung Woten ke Sawa 2 kilometer, Halenawa ke arah Sawa 1 kilometer, Lewohele ke arah Baoone 300 meter, Lamalewa ke Tanakese 1,4 kilometer, dan penghubung Woten ke Nurhang Kapokutu (Lewohele) 1,2 kilometer.
Dalam prediksi, total 6,7 kilometer JUT penghubung ini dapat diselesaikan hingga tujuh tahun ke depan, sebuah jangka waktu yang tidak terlalu lama. Sebagian besar JUT yang akan dibangun merupakan jalur lama sehingga tidak memerlukan penggusuran. Sedangkan jalur baru sekitar 1.6 kilometer yaitu dari Woten menuju Sawa sepanjang 0,7 kilometer dan Woten ke Nurhang sepanjang 0,7 kilometer dan ke arah Waiua sekitar 200 meter harus melibatkan penggusuran dengan alat berat.
Perlu dicatat di sini bahwa JUT penghubung yang menuju ke areal produktif panjangnya tidak melebihi JUT utama bahkan hanya separuhnya. Dengan demikian, pembangunannya membutuhkan jangka waktu yang lebih singkat daripada JUT utama.
*Pemimpin Mesti Punya Warisan Monumental
Dalam setiap kepemimpinan, masyarakat selalu menginginkan agar pihak yang berkuasa dapat meninggalkan warisan monumental. Warisan ini dapat dimanfaatkan hingga berdampak bagi sebagian besar orang bahkan ke generasi berikut.
Presiden Jokowi sendiri, di sela-sela kerja kerasnya melakukan pembangunan jalur transportasi baik darat, laut dan udara, masih menghimbau kepada desa-desa untuk ikut membangun infrastruktur antara lain melalui pembangunan jalan tani. Jangkauan infrastruktur ke areal produktif akan membuat berbagai usaha tumbuh dalam wilayah desa, menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan pendapatan.
Dengan dibangunnya jalan tani, berbagai unit usaha baik riil maupun jasa yang muncul dan membuat geliat ekonomi semakin terasa. Begitu pula, wilayah pertanian yang berkembang membuat desa ikut berkembang, apalagi dengan potensi hasil yang menjanjikan. Jadi, pembangunan JUT bukanlah sebuah langkah hampa melainkan sebuah langkah yang punya daya dorong untuk kemajuan desa kita.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar